LB Diisukan Dikalangan PETI Batang Natal: Itu Hoax, Kita Minta Stop Kegiatannya

Mandailing Natal, Aktivitas tambang emas ilegal di Kecamatan Batang Natal, Kabupaten Mandailing Natal (Madina), kian marak beroperasi dengan menggunakan alat berat. Akibat aktivitas tersebut menyebabkan kerusakan lingkungan di daerah aliran sungai Batang Natal.

Namun, ada seseorang berinisial LB yang sentral di masyarakat Kecamatan Batang Natal maupun dikalangan pertambangan emas Ilegal tersebut.

LB, diisukan kerap menerima iuran dari pemodal tambang di Kecamatan Batang Natal, sebesar Rp 30 juta hingga Rp 60 juta per unit setiap bulannya.

Sementara itu, LB yang berhasil dihubungi mengatakan bahwa informasi yang beredar masyarakat selama itu adalah tidak benar. 

Kemudian ia menyampaikan akibat berita hoax tersebut, LB menegaskan agar aktivitas yang menyalahi peraturan tersebut supaya dihentikan.

"Engk ada itu dek. Dan akibat Hoax2 itu sudah kita stop semua itu dek kegiatanya," katanya setelah berhasil dikonfirmasi, Sabtu (15/3/2025).

Dan LB pun menyebut supaya para pemodal tambang emas ilegal itu agar masing-masing bertanggungjawab atas kerusakan yang telah mereka perbuat.

Sebelumnya, Informasi yang dihimpun, tercatat ada beberapa desa di Kecamatan Batang Natal, aktivitas pertambagan emas Ilegal tersebut beroperasi. 

Para pemodal tambang ilegal itu seakan-akan tidak takut dengan hukum untuk melakukan bisnis haramnya tersebut. Penambang ada yang beroperasi di Sungai Batang Natal, bahkan merambah ke hutan, setidaknya ada puluhan beko bertaburan meluluhlantahkan lingkungan diwilayah Kecamatan Batang Natal.

"Dari yang nampak aja baik dari tepi jalan ini dan agak masuk ke sungai Batang Natal itu ada sekitar 25 beko beroperasi, lain lagi yang agak masuk kedalam maksudnya ke hutan di kira kira itu ada 90 beko yang main tambang Pak, " kata warga yang berdomisili di Kecamatan Batang Natal.

Catatan yang di rangkum Gosumut, desa di Kecamatan Batang Natal yang menjadi tempat operasi tambang emas ilegal tersebut yakni Desa Sipogu, Jambur Baru, Parlampungan, Ampung Siala, Banjar Melayu, Aek Guo dan Desa Aek Nabara.

Tak hanya merusak lingkungan dan sungai yang menjadi keruh akibat eksploitasi penambangan liar di wilayah itu, banjir bandang maupun bencana ekologi bisa saja sewaktu-waktu terjadi. Bahkan kesehatan masyarakat menjadi terancam.

Bahkan, aktivitas ini telah melanggar Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mengatur sanksi bagi pelaku pencemaran lingkungan. 

Selain itu, para penambang ilegal juga dapat dijerat dengan Pasal 158 jo Pasal 37 dan atau Pasal 161 Undang-Undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, pelaku dapat dijerat pidana penjara dan Rp 100 Miliar.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama